HAK TANGGUNGAN
HUKUM JAMINAN
HAK
TANGGUNGAN
PENGERTIAN
Undang-undang hak tanggungan
memberikan pengertian sebagai berikut
“Hak tanggungan
adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang pokok-pokok agrarian berikut atau
tidak berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu
yang memberkan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditur lainnya “
Dari pengertian diatas maka
dapat diuraikan unsure-unur pokok dari hak tanggungan
diantaranya :
- Hak tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan hutang
- Utang yang di jaminkan jumlahnya tertentu
- Objek hak tanggungan adalah ahak-ahak atas tanah sesuai dengan undang-undang pokok agrarian yaitu hak milik, hak guna bangunan, hak usaha dan hak pakai
- Hak tanggungan dapat dibebankan terhadap tanah berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau hanya tanahnya saja
- Hak tanggungan memberikan hak prefen atau hak diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain
SIFAT HAK TANGGUNGAN
Hak tanggungan sebagai hak
jaminan diatur dalam undang-undang nomor 4 tahun 1996
mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut :
1. Hak tanggungan memberikan hak
preferent (droit de preference) atau kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur
tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya (pasal 1 ayat 1)
Artinya apabila debitur cidera
janji atau lalai membayar hutangnya maka seorang kreditur
pemegang hak tanggungan
mempunyai hak untuk menjual jaminan dan kreditur pemegang jaminan diutamakan untuk mendapatkan pelunasan hutang dari
hasil penjualan jaminan tersebut.
2. Hak tanggungan tidak dapat
dibagi-bagi (pasal 2)
Artinya hak tanggungan membebani
secara utuh objek hak tanggungan dan setiap bagian
daripadanya. Pelunasan sebagian
hutang dari hutang yang dijamin tidak terbebasnya sebagian objek hak tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi
3. Hak tanggungan mempunyai sifar
Droit De Suite (pasal 7)
Sifat droit de suite disebut
juga zaaksgevolgs artinya pemegang hak tanggungan mempunyai hak memiliki objek tanggungan meskipun objek hak tanggungan
telah berpindah dan menjadi pihak
lain.
4. Hak Tanggungan mempunyai
sifat Accesoir
Artinya seperti perjanjian
jaminan lainnya Hak tanggungan bersifat accesoir artinya hak
tanggungan bukanlah hak yang
berdiri sendiri tapi lahirnya atau keberdaannya atau eksistensinya atau hapusnya tergantung perjanjian pokonya yaitu perjanjian
kredit atau perjanjian lainnya
5. Hak tanggungan untuk menjamin
utang yang telah ada atau aka nada
Fungsi hak tanggungan adalah
untuk menjamin utang yang besaranya diperjanjikan dalam perjanjian kredit atau perjanjian utang. Utang yang dijamin
hak tanggungan harus memenuhi syarat pasal 3 Undang-undang Hak
tanggungan.
6. Hak Tanggungan hanya dapat
dibebankan kepada hak atas tanah saja
Pada dasarnya hak tanggungan
hanya dibebankan pada hak atas tanah saja. Hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan sesuai dengan undang-undang pokok
agraria yaitu hak milik, hak guna
bangunan, hak guna
usaha, dan hak pakai atas tanah Negara yang menurut sifatnya dapat dipindahtangankan (pasal 4 ayat 1UUHT).
Asas ini perwujudan dari system
hokum tanah nasional yang didasarkan pada hokum adat yang menggunakan asas pemisahan horizontal
7. Hak Tanggungan dapat
dibebankan pada hak atas tanah berikut benda diatasnya dan dibawah tanah
Meskipun hokum tanah nasional
menganut asas pemisahan horizontal namun tidak berlaku mutlak, untuk memenuhi perkembangan dan kebutuhan masyarakat
pembebanan hak tanggungan dimungkinkan meliputi benda yang
ada di atas tanah dan merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan bangunan dibawah permukaan tanah.
8. Hak tanggungan berisi hak
untuk melunasi hutang dari hasil penjualan benda jaminan dan tidak memberikan hak bagi kreditur untuk memiliki benda jaminan
Sifat ini sama dengan ketentuan
dalam hipotik pasal 1178 ayat 1 KUHPerdata, janji disebut vervalbending. Undang-undang Hak tanggungan mengikuti sifat
dari hipotik ini dan mencantumkan dalam pasal 12
UUHT.
9. Hak tanggungan mempunyai
kekuatan eksekutorial
Kreditur sebagai pemegang hak
tanggungan pertama mempunyai hak untuk mengeksekusi benda jaminan jika debitur cidera janji. Dasar hokum untuk
mengajukan eksekusi adalah pasal 6 UUHT dan
penjelasan yang menegaskan “apabila debitur cidera janji, pemegang hak
tanggungan pertama mempunyai hak untuk
menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari
hasil penjualan tersebut” hak
untuk menjual
dengan kekuasaan sendiri ini merupakan perwujudan dari kedudukan yang diutamakan.
10. Hak tanggungan mempunyai
sifat spesialitas dan publisitas
Sifat spesialtas ini disebut
juga pertelaan adalah uraian jelas dan terinci mengenai objek hak tanggungan yang meliputi rincian mengenai sertifikat hak
atas tanah misalnya hak atas tanah milik atau
guna bangunann atau hak guna usaha, tanggal penerbitannya tentang luasnya, letaknya, batas-batasnya, dan lain sebagainya.
Objek Hak Tanggungan
Di dalam pasal 4 UUHT diatur
tentang pelbagai macam hak atas tanah yang dapat dijadikan objek Hak Tanggungan, yaitu:
- Hak milik;
- Hak Guna Usaha;
- Hak Guna Bangunan;
- Hak Pakai atas Tanah Negara,
yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan;
- Hak Pakai atas Tanah Hak
Milik, yang akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Selain hak-hak diatas tanah
seperti dikemukakan di atas, yang dapat dijadikan objek Hak
Tanggungan adalah hak atas tanah
berikut bangunan (baik yang berada diatas tanah maupun dibawah tanah) tanaman dan hasil karya (misalnya
candi,patung, gapura, relief) yang telah ada atau akan
ada, yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan
milik pemegang hak atas tanah.
Pembebanan Hak Tanggungan atas bangunan, tanaman dan hasil karya tersebut harus dinyatakan dengan tegas didalam APHT yang
bersangkutan.
Apabila bangunan, tanaman dan
hasil karya sebagaimana dimaksud diatas tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas
benda-benda tersebut hanya dapat
dilakukan dengan
penandatanganan serta (bersama)pada APHT yang bersangkutan oleh pemilik bangunan, tanaman dan hasil karya tersebut, atau yang diberi
kuasa oleh pemilik benda-benda tersebut untuk menadatangani
serta (bersama) APHT dengan akta otentik. Yang dimaksud dengan akta otentik adalah Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT) atas benda-banda diatas tanah tersebut. Dengan penjelasan
umum UUHT, disebut 2 unsur mutlak dari hak atas tanah
yang dapat dijadikan objek Hak Tanggungan, yaitu:
- Hak tersebut sesuai ketentuan
yang berlaku wajib didaftar dalam daftar umum yang terdapat pada Kantor Pertahanan;
- Hak tersebut menurut sifatnya
harus dapat dipindahtangankan.
Berdasarkan kedua unsure mutlak
diatas, apabila hak milik sudah diwakafkan maka, hak milik tersebut tidak dapat dijadikan objek hak tanggungan. Karena
sesuai dengan hakekat perwakafan
yakni hak milik
yang sudah diwakafkan merupakan hak milik yang sudah dikekalkan sebagai hak milik keagamaan.
Dengan demikian, semua hak atas
tanah yang dipergunakan untuk keperluan peribadatan dan
keperluan suci liannya tidak dapat dijadikan objek hak tanggungan, sedangkan hak guna bangunan yang dapat dijadikan objek hak
tanggungan, meliputi hak guna bangunan diatas tanah Negara,
diatas hak pengelolaan maupun diatas tanah hak Negara. Adapun mengenai hak pakai, sebelum ditentukan UUHT ini tidak dapat
dijadikan objek jaminan pelunasan hutang, karena menurut
UUPA hak pakai tidak termasuk hak-hak atas tanah yang wajib didaftar, sehingga tidak memenuhi syarat publisitas.
Dalam perkembangannya sekarang hak pakai atas tanah Negara harus didaftarkan, sehingga
dapat dipindah tangankan. Hak pakai yang tidak
dapat dipindah tangankan antara lain hak pakai atas nama pemerintah, hak pakai
atas nama badan keagamaan dan social,
hak pakai atas nama perwakilan Negara asing yang jangka waktu berlakunya tidak ditentukan dan hak pakai tersebut
diberikan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan
instansi atau badan diatas. Hak pakai atas tanah hak milik tidak dapat dijadikan objek hak anggungan, karena hingga saat ini
tidak terdapat kewajiban untuk mendaftarkan hak pakai diatas
tanah hak milik. Akibatnya, salah satu syarat mutlak agar suatu hak atas tanah dapat dijadikan objek hak tanggungan tidak
terpenuhi. Menurut pasal 4 ayat 3
UUHT, pembebanan
hak tanggungan atas hak pakai diatas tanah hak milik akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Undang-undang hak tanggungan
didaftarkan atas asas pemisahan horizontal
(horizontale scheiding), sebagai kebalikan dari pemisahan vertical (verticale scheiding). Menurut BW yang belaku terdahulu,
tanah dan bangunan yang didirikan
atasnyamerupakan
suatu kesatuan. Dengan kata lain pemilik dari tanah adalah pemilik bangunan yang ada diatasnya, ini dinamakan asas pemisahan vertical.
Menurut hukum adat bisa saja pemilik tanah berlainan dari
pemilik bangunan yang ada diatasnya, ini dinamakan asas pemisahan horizontal dan karena undang-undang pokok agraria
tahun 1960 menyatakan bahwa hukum adapt yang dipakai sebagai
dasar, maka tidak mengherankan jika pemakaian asas horizontal ini dipakai dalam system hak tanggungan.
Tata Cara Pemberian Hak
Tanggungan
Setelah terjadi kesepakatan
hutang piutang dengan hak tanggungan antara kreditor dan debitor, ada beberapa tindakan yang harus dilakukan :
1. membuat perjanjian yang
menimbulkan hutang piutang (atara lain berupa¬ perjanjian pemberian kredit atau
akad kredit) yang pelunasannya dijamin dengan hak tanggungan.
2.
membuat
perjanjian pemberian hak tanggungan yang dituangkan kedalam akte pemberian hak tanggungan
(APHT) oleh notaries / PPAT.
3. melakukan pendaftaran hak
tanggungan pada kantor pertanahan yang¬ sekaligue merupakan saat lahirnya hak
tanggungan yang dibebankan.
Perjanjian yang menimbulkan
hutang piutang (antara lain perjanjian pemberian kredit yang dijamin dengan hak tanggungan dapat dibuat dengan akte
dibawah tangan atau dengan akte
otentik. Perjanjian
ini merupakan perjanjian pokok, sedangkan perjanjian pemberian hak tanggungan merupakan perjanjian ikutan (accessoir) pada
perjanjian pokok.
Dalam pemberianhak tanggungan,
pemberi hak tanggungan wajib hadir dihadapan PPAT. Jikan dengan lasan yang dapat dipertanggung jawabkan yang bersangkutan tidak dapat
hadir sendiri, maka ia wajib menunjuk kuasa dengan surat
kuasa membebankan hak tanggungan yang berbentuk akte otentik.
Pembuatan surat kuasa
membebankan hak tanggungan dapat dilakukan oleh notaris / PPAT yang keberadaannya sampai di wilayah kecamatan. Hak tanggungan
baru lahir ketika hak tanggungan
tersebut dibukukan
dalam buku tanah dikantor pertanahan.
Pendaftaran menentukan kedudukan kreditor sebagai kreditor diutamakan terhadap
kreditor-kreditor lain dan menentukan peringkat kreditor
dalam hubungannya dengan kreditor lain yang juga pemegang hak tanggungan atas tanah yang sama sebagai jaminannya. Peringkat masing-masing
hak tanggungan tersebut ditentukan menurut tanggal
pendaftarannya pada kantor pertanahan. Peringkat hak tanggungan yang didaftar pada tanggal yang sama ditentukan menurut
nomor urut APHTnya, hal ini dimungkinkan karena pembuatan
beberapa APHT atas satu objek hak tanggungan hanya dapat
dilakukan oleh PPAT yang sama.
Menurut pasal 5 UUHT, suatu
objek hak tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu hak tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu hutang.
Pemilik tanah atau persil yang telah menjaminkan tanah atau
persilnya, dapat menguasai tanah itu atau menjualnya, karena hak tanggungan akan tetap melekat membebani tanah ditangan
siapapun tanah itu berpindah.
Menurut pasal 11 UUHT,
dimungkinkan untuk mencantumkan janji-janji dalam APHT. Janji- janji yang dicntumkan bersifat fakultatif dan tidak
berpengaruh terhadap keabsahan APHT. Pihak-pihak
bebasan menentukan untuk mencantumkan atau tidak mencantumkan janji-janji tersebut dalam APHT. Pemuatan janji-janji tersebut dalam
APHT yang kemudian didaftarknapada kantor pertanahan, akan menyebabkan
janji-janji tersebut mempunyai kekuatan
mengikat pada pihak ketiga.
Janji-janji yang dimaksud diatas
antara lain:
1. Janji yang membatasi kewenangan
pemberi hak tanggungan untuk¬ menyewakan objek hak tanggungan dan/atau
menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa dimuka,
kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan.
2.
Janji
yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk mengubah bentuk atau
tata susunan objek hak tanggungan kecuali, dengan persetujuan tertulis dari
pemegang hak tanggungan.
3.
Janji
yang memberi wewenang pada pemegang hak tanggungan untuk mengelola objek hak tanggungan
berdasarkan penetapan ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi letak
objek hak tanggungan apabila debitor sungguh-sungguh ingkar janji.
4.
Janji
yang memberikan wewenang pada pemegang hak tanggungan untuk menyelamatkan objek
hak tanggungan, jika hal itu diperlukab untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk
mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi objek hak
tanggungan kartena tida dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang.
5.
Janji
bahwa pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk¬ menjual atas
kekuasaan sendiri objek hak tanggungan apabila debitor ingkar janji.
6.
Janji
yang diberikan oleh pemegang hak tanggungan pertama bahwa objek hak tanggungan
tidak akan dibersihkan dari hak tanggungan.
7.
Janji
bahwa pemberi hak tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas¬ objek hak
tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak
tanggungan.
8.
Janji
bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti
rugi yang diterima pemberi hak tanggungan untuk pelunasan piutangnya, apabila
objek hak tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi hak tanggungan atau dicabut
haknya untuk kepentingan umum.
9.
Janji
bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi
yang diterima pemberi hak tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika objek hak
tanggungan diasuransikan.
10. Janji bahwa pemberi hak
tanggungan akan mengosongkan objek hak tanggungan pada waktu eksekusi hak
tanggungan. Janji yang dimaksud pada pasal 14 ayat 4 UUHT, karena tanpa janji
ini,¬ sertifikat hak tanah yang dibebani hak tanggungan akan diserahkan kepada
pemberi hak tanggungan.
Eksekusi Hak Tanggungan.
Apabila debitor tidak memenuhi
janjinya, yakni tidak melunasi hutangnya pada waktu yang telah ditentukan, maka berdasarkan pasal 20 UUHT pemegang hak
tanggungan pertama atau pemegang sertifikat hak tanggung
andengan title eksekutorial yang tercantum dalam sertifikat hak tanggungan tersebut, berhak menjual objek hak tanggungan
melalui pelelangan umum menurut tata cara yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak tanggungan dengan hak didahulukan dari
kreditor-kreditor lain.
Menurut pasal 1 butir 2
keputusan menteri keuangan No. 293/KMK09/1993, yang dimaksud piutang macet adalah piutang yang sampai pada suatu saat
sejak piutang tersebut jatuh tempo, tidak
dilunasi oleh pemegang hutang sebagaiman mestimya sesuai dengan perjanjian,
peraturan atau sebab apapun yang
menimbulkan piutang tersebut. Jika, piutang macet adalah piutang Negara termasuk tagihan bank-bank pemerintah maka,
penyeslesaiannya melalui badan urusan piutang dan
lelang Negara (BUPLN) dan jika piutang tersebut milik bank swasta atau perseorangan termasuk badan hukum-badan swasta maka,
penyelesaiannya melalui pengadilan negeri.
Sertifikat hak tanggungan
diterbitkan oleh kepala badan pertanahan nasional dan dapat langsung dimohonkan eksekusi jika, memuat irah-irah dengan kata-kata
“demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa”,
irah-irah tersebut memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan keputusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum
tetap. Hal ini sesui dengan bagian ke-II dari
nomor 9 memori penjelasan bagian hukum atas Undang-undang hak tanggungan tahun 1996 yang menjelaskan lebih lanjut bahwa sertifikat hak
tanggungan yang berfungsi sebagai
surat tanda bukti
adanya hak tanggungan dibutuhkan pencantuman irah-irah tersebut.
Menurut pasal 14 ayat 2
dinyatakan bahwa kata-kata sacral “demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esadicantumkan pada sertifikat hak
tanggungan memiliki kekuatan
eksekutorial dengan kekuatan
hukum tetap dan dinyatakan berlaku sebagai pengganti grosse akte hipotik sepanjang mengenaii hak atas tanah. Dalam
undang-undang hak tanggungan tentang eksekusi
belum diatur, maka peraturan mengenai eksekusi hipotik yang diatur dalam HIR
dan RBg berlaku sebagai eksekusi hak
tanggungan, memang bahwa sejak lahirnya undang-undang hak tanggungan.
Penyelesaian piutang melalui
BUPLN dilaksanakan dengan menerbitkan surat paksa atau surat pernyataan bersama dan jika melalui penmgadilan negeri,
debitor akan dipanggilan oleh ketua pengadilan.
UNIVERSITAS NASIONAL
0 comments