GADAI

By 3.12.15

HUKUM JAMINAN
GADAI



A.    Pengertian Gadai

Menurut Pasal 1150 KUH Perdata

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

Menurut Prof. Subekti

Pandrecht adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang bergerak, kepunyaan orang lain, yang semata mata diperjanjikan dengan menyerahkan bezit atas benda tersebut dengan tujuan untuk mengambil  pelunasan suatu hutang dan pendapatan penguasaan benda itu lebih dahulu dari penagihan penagihan.[1]


B.    Dasar Hukum

Dasar Hukum Gadai ada dalam KUH Perdata  BUKU II  Tentang Kebendaan  BAB XX Pasal 1150 – 1161 BW


C.    Sejarah

Pegadaian dikenal mulai dari Eropa, yaitu negara Italia, Inggris, dan Belanda. Pengenalan di Indonesia pada awal masuknya Kolonial Belanda, yaitu sekitar akhir abad XIX, oleh sebuah bank yang bernama Van Leaning. Bank tersebut memberi jasa pinjaman dana dengan syarat penyerahan barang bergerak, sehingga bank ini pada hakikatnya telah memberikan jasa pegadaian. Pada awal abad 20-an pemerintah Hindia-Belanda berusaha mengambil alih usaha pegadaian dan memonopolinya dengan cara mengeluarkan staatsblad No.131 tahun 1901. Peraturan tersebut diikuti dengan pendirian rumah gadai resmi milik pemerintah dan statusnya diubah menjadi Dinas Pegadaian sejak berlakunya staatsblad No. 226tahun 1960.

Selanjutnya pegadaian milik pemerintah tetap diberi fasilitas monopoli atas kegiatan pegadaian di Indonesia. Dinas pegadaian mengalami beberapa kali bentuk badan hukum sehingga akhirnya pada tahun 1990 menjadi perusahaan umum. Pada tahun 1960 Dinas Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Negara (PN) Pegadaian. Pada tahun 1969 Perusahaan Negara Pegadaian diubah menjadi Perusahaan Negara Jawatan (Perjan) Pegadaian, pada tahun 1990 menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian melalui PP No. 10 tahun 1990 tanggal 10 April 1990. Pada waktu pegadaian masih berbentuk Perusahaan Jawatan, misi social dari pegadaian merupakan satu-satunya acuan yang digunakan oleh manajemennya dalam mengelola pegadaian.


D.    Objek

Obyek gadai adalah benda bergerak, benda bergerak yang dimaksudkan meliputi benda bergerak yang berwujud (lichamelijke zaken) dan benda bergerak yang tidak  berwujud (onlichamelijke zaken) berupa hak untuk mendapatkan pembayaran uang yang berwujud surat-surat berharga. Surat-surat berharga ini dapat berupa :

  1. Atas bawa (aan toonder), yang memungkinkan pembayaran uang kepada siapa saja yang membawa surat-surat itu seperti saham dan obligasi, cara mengadakan gadai itu ialah dengan cara menyerahkan begitu saja surat-surat berharga tersebut kepada kreditur pemegang gadai.
  2. Atas perintah (aan order), yang memungkinkan pembayaran uang kepada orang yang disebut dalam surat seperti wesel, cek, aksep, promes, cara mengadakan gadai masih diperlukan penyebutan dalam surat berharga tersebut bahwa haknya dialihkan kepada pemegang gadai (endossement menurut pasal 1152 bis KUHPerd). Disamping endossement, surat-surat berharga tersebut harus diserahkan kepada pemegang gadai.
  3. Atas nama (op naam), yang memungkinkan pembayaran uang kepada orang yang namanya disebut dalam surat itu, maka cara mengadakan gadai menurut pasal 1153 KUHPerd adalah bahwahal menggadaikan ini harus diberitahukan kepada orang yang berwajib membayar uang. Dan orang yang wajib membayar ini dapat menuntut supaya ada bukti tertulis dari pemberitahuan dan izin pemberi gadai.

Secara yuridis seorang nasabah meminta kredit pada bank dan jaminan nya berupa barang barang bergerak, maka barang itu diserahkan oleh nasabah kepada bank untuk disimpan. Barang bergerak yang dijadikan jaminan tersebut tetap merupakan milik nasabah dan pemilik dijamin oleh pasal 570 KUHPerd bahwa ia adalah pemegang hak miliknya, hanya hak miliknya dibatasi oleh hak  perseorangan atau hak kebendaan yaitu perjanjian kredit. Dari hal tersebut, karena barang jaminan berupa hak milik, maka tetap dipegang oleh pemilik semula, sedangkan bank menjadi pemegang hak gadai.


E.    Para Pihak

Pihak yang menggadaikan dinamakan “pemberi gadai” dan yang menerima gadai dinamakan “penerima atau pemegang gadai”. Kadang-kadang dalam gadai terlibat tiga pihak, yaitu debitur (pihak yang berhutang), pemberi gadai yaitu pihak yang menyerahkan benda gadai dan pemegang gadai yaitu kreditur yang menguasai benda gadai sebagai jaminan piutangnya.[2]

Pasal 1156 berbicara tentang si berhutang atau "si pemberi gadai", yang berarti, bahwa orang dapat menggadaikan barangnya untuk" menjamin hutang orang lain, atau dibalik, orang dapat mempunyai hutang dengan jaminan gadai barangnya orang lain. Kalau debitur sendiri yang memberikan jaminan, maka ia disebut debitur-pemberi-gadai, sedang kalau benda jaminan adalah milik dan diberikan oleh pihak ketiga, maka di sana ada pihak-ketigapemberi-gadai.

Perlu dibedakan antara pihak ketiga yang memberikan gadai atas nama debitur (pasal 1150) dalam hal demikian pemberi gadainya tetap debitur sendiri dan dalam hal pihak ketiga memberikan jaminan gadai atas namanya sendiri, dalam hal mana ada pihak ketiga pemberi gadai (pasal 1154, 1156 BW). Adanya pihak ketiga sebagai pemberi gadai dapat juga muncul karena adanya pembelian benda gadai oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang memberikan jaminan disebut pihak ketiga pemberi gadai. la termasuk orang yang untuk orang lain bertanggung jawab atas suatu hutang (orang lain), tetapi tanggung jawabnya hanya terbatas sebesar benda gadai yang ia berikan, sedang untuk selebihnya menjadi tanggungan debitur sendiri. Pihak ketiga pemberi gadai tidak mempunyai hutang/schuld, karenanya ia bukan debitur; kreditur tak mempunyai hak tagih kepadanya, tetapi ia mempunyai tanggung jawab yuridis dengan benda gadainya.


F.    Lahir & Hapusnya Gadai

Larihnya Gadai

Gadai merupakan suatu perjanjian yang bersifat accessoir yaitu perjanjian yang dikaitkan dengan perjanjian pokok, dimana dalam praktek perjanjian pokoknya berupa perjanjian pemberian kredit dengan kesanggupan memberikan jaminan, kemudian diikuti dengan perjanjian penjaminan secara tersendiri yang bersifat accessoir. Jadi tanpa adanya perjanjian pokok, perjanjian tambahan seperti halnya gadai tidak mungkin ada.

Gadai lahir karena adanya penyerahan ekuasaan barang dari pemberi gadai ke penerima gadai.

Hapusnya Gadai

1.     Utang pokok hapus dengan suatu cara yang telah dijanjikan
2.     Pemegang gadai melepaskan hak dengan sukarela
3.     Apabila barang gadai musnah
4.     Apabila pemegang gadai menjadi pemilik barang gadai dengan secara sah


G.    Hak & Kewajiban Para Pihak

Hak Pemegang Gadai

  1. Hak untuk menahan benda yang digadaikan selama sebelum dilunasi hutang pokoknya, bunganya dan biaya-biaya lainnya oleh debitur.
  2. Hak untuk mendapatkan pembayaran piutangnya dari pendapatan penjualan benda yang digadaikan, apabila debitur tidak menepati kewajibannya.
  3. Apabila debitur wanprestasi, pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang digadaikan atas kekuasaan sendiri kemudian menhambil sebagian untuk melunasi utang debitur dan sisanya dikembalikan kepada debitur (pasal 1157)
  4. Si pemegang gadai berhak mendapatkan pengembalian ongkos yang telah dikeluarkan untuk keselamatan barangnya (pasal 1157ayat 2 KUH Pdt)
  5. Pemegang gadai mempunyai hak untuk menggadaikan lagi benda yang dijadikan jaminan, bila mana hal itu sudah menjadi kebiasaan, seperti menggadaikan surat-surat sero tau oblygas.
  6. Si pemegang gadai mempunyai hak retensi yakni menahan benda yang digadaikan, Hak retensi ini terjadi apabila setelah adanya perjanjian gadai itu kemudian timbul perjanjian utang yang kedua antara para pihak dan utang yang kedua ini sudah dapat ditagih sebelum pembayaran utang pertama, maka si pemegang gadai menang untuk menahan benda itu sampai kedua macam utang itu dilunasi (pasal 11 59 ayat 2 KUH Pdt)
  7. Dalam melahsanakan hak gadai secara menjual benda yang dijaminkan, pemegang gadai berhak untuk menerima pembayaran piutangnya sebelum piutang-piutang lainnya, kecuali biaya-biaya lelang, biaya-biaya pemeliharaan agar barang itu tidak rusak-musnah

Kewajiban Pemegang Gadai

  1. Si pemegang gadai bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya harga benda yang digadaikan, apabila semua itu terjadi atas kelalaiannya (pasal 1157 ayat 1 KUH Pdt)
  2. Si pemegang gadai tidak diperbolehkan untuk menggunakan barang gadai untuk keperluan sendiri. Jika si pemegang gadai menyalahgunakan barang tersebut maka barang tersebut dapat diminta kembali oleh pemberi gaddar.
  3. Memberitahu kepada pemberi gadai apabila ia akan menjual barang itu
  4. Memperhitungkan hasil penjualan barang gadai dan mengambil pelunasan utang beserta bunga,ongkos,dan biaya-biaya kemudianmenyerahkan sisanya kepada pemberi gadai
  5. Mengembalikan barang gadai jika utang pokok,bunga,dan ongkos-ongkos telah dilunasi oleh pemberi gadai.

H.   Hal-hal Yang Di Anggap Perlu

Hak Didahulukan (Droitde Preference)

Berdasarkan pasal 1133 KUH Perdata, gadai sama dengan hipotek 
  1. dilindungi dengan hak preferen atau hak didahulukan.
  2. Dengan demikian, pemegang gadai mempunyai hak mengambil pelunasan utang dari barang gadai dengan cara mengesampingkan kreditor lain.
  3. Bertitik tolak dari hak tersebut pasal 1134 KUH Perdata menempatkan pemegang gadai sebagai kreditor yang lebih tinggi tingkatannya dari kreditor konkursen.
  4. Kreditor yang tidak memiliki hak preferen menurut pasal1136 KUH Perdata, Digolongkan sebagai kreditor konkruen atau kreditor  pesaing, Pemenuhan utang pada mereka dibayar menurut keseimbangan atau berdasarkan prinsip proposional

Larangan Dalam Gadai

Dalam membuat perjanjian gadai baik pihak pemberi maupun pemegang gadai selain memperhatikan prosedurnya, juga perlu memperhatikan larangannya. Larangan gadai diatur dalam Pasal 1154 KUH Perdata yang menyebutkan :

“Kreditur tidak diperkenankan memiliki barang yang digadaikan, apabila debitur ternyata tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya. Begitu pula jika terdapat janji yang bertentangan dengan larangan tersebut mengakibatkan perjanjian gadai menjadi batal dan dianggap tidak pernah terjadi gadai “

Diaturnya larangan tersebut dalam gadai diatas tidak lain dimaksudkan untuk melindungi debitur dari kekuasaan kreditur dengan tujuan agar debitur dirugikan. Kekuasaan kreditur lebih kuat karena obyek gadai berada ditangannya. Dengan larangan itu mencegah jangan sampai barang yang digadaikan nilainya lebih besar daripada utang beralih kepada kreditur tanpa melalui prosedur hukum lebih lanjut, sedangkan debitur akan mengalami kesulitan menarik barangnya karena sudah berpindah tangan. Di dalam hukum benda terdapat cara memperoleh hak milik suatu baranghanya ada 3 cara yaitu :

1.     Perjanjian (jual beli, tukar menukar, hibah)
2.     Warisan
3.     Putusan pengadilan dalam sengketa kepemilikan barang dengan mengetahui tentang cara diatas maka memperkuat alasan mengapa di dalam perjanjian gadai dilarang memperjanjikan obyek gadai dimiliki oleh kreditur apabila debitur tidak membayar utangnya.

Eksekusi Gadai

Apabila debitur tidak dapat memenuhi janjinya membayar utang, maka kreditur berhak mengeksekusi gadai dengan cara melakukan penjualan barang yang digadaikan. Dalam KUH Perdata terdapat dua macam cara bersifat alternative yang dapat dilakukan kreditur untuk kepentingan tersebut yaitu :
  1. Dengan menyuruh debitur menjual barang tersebut di muka umum menurut kebiasaan kebiasaan setempat serta syarat syarat yang lazim berlaku
  2. Kreditur dapat menuntut melalui perkara perdata di pengadilan negeri supaya barang tersebut dijual menurut cara yang ditetapkan oleh hakim (pasal 1156 KUH Perdata) Dengan kedua cara tersebut kreditur dapat memilih salah satunya dengan pertimbangan mana yang dianggap lebih menguntungkan baginya. Tentu saja pertimbangan kreditur dipengaruhi oleh beberapa factor dalam melakukan eksekusi yaitu prosesnya mudah, waktunya cepat dan biaya murah.

Timbulnya Hak Pemegang Gadai Melakukan Eksekusi

Mengenai dasar alasan pemegang Gadai melakukan eksekusi diatur dalam pasal 1155 KUH perdata :

  1. Debitur cedera janji melaksanakan kewajibannya dalam tenggang waktu yang ditentukan dalam perjanjian.
  2. Apabila tenggang waktu pemenuhan kewajiban tidak ditentukan dalam perjanjian debitur dianggap melakukan cedera janji memenuhi kewajiban setelah ada peringatan untuk membayar Demikian pedoman menentukan cedera janji yang diatur dalam pasal 1155 KUH perdata. Apabila ketentuan ini terpenuhi barulah timbul hak pemegang gadai melakukan eksekusi.

Pemberitahuan Penjualan Barang gadai kepada debitur

Kewajiban kreditor memberitahukan penjualan barang gadai kepada debitur diatur dalam pasal 1156 ayat 2 KUH perdata :
1.     Pemberitahuan wajib dilakukan oleh kreditor sehingga sifatnya imperative
2.     Pemberitahuan selambat-lambatnya pada hari berikutnya dari tanggal penjualan
3.     Bentuk pemberitahuan : dengan telegram, dengan pos atau srat tercatat
4.     Tidak memberitahu atau lalai memberitahu kepada debitur dalam jangka waktu yang ditentukan pasal 156 ayat 2 KUH perdata
Ø  Kreditor dikualifikasikan melakukan perbuatan melawan hokum
Ø  Dengan demikian cukup alasan bagi debitur menuntut ganti rugi berdasarkan pasal 1365 KUH perdata kepadakreditor





[1] P.N.H Simajuta S.H ,Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia,Jakarta;Djakarta Hal 227
[2] Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet. 19, Jakarta: Pradya Paramita, 1985, hlm. 270.







UNIVERSITAS NASIONAL
Mega Regina - 133112330050041


You Might Also Like

0 comments