HAK TANGGUNGAN

By 29.12.15

HUKUM JAMINAN
HAK TANGGUNGAN



PENGERTIAN

Undang-undang hak tanggungan memberikan pengertian sebagai berikut

“Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang pokok-pokok agrarian berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu yang memberkan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya “

Dari pengertian diatas maka dapat diuraikan unsure-unur pokok dari hak tanggungan
diantaranya :

  1. Hak tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan hutang
  2. Utang yang di jaminkan jumlahnya tertentu
  3. Objek hak tanggungan adalah ahak-ahak atas tanah sesuai dengan undang-undang pokok agrarian yaitu hak milik, hak guna bangunan, hak usaha dan hak pakai
  4. Hak tanggungan dapat dibebankan terhadap tanah berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau hanya tanahnya saja
  5. Hak tanggungan memberikan hak prefen atau hak diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain


SIFAT HAK TANGGUNGAN

Hak tanggungan sebagai hak jaminan diatur dalam undang-undang nomor 4 tahun 1996
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

1. Hak tanggungan memberikan hak preferent (droit de preference) atau kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya (pasal 1 ayat 1)

Artinya apabila debitur cidera janji atau lalai membayar hutangnya maka seorang kreditur
pemegang hak tanggungan mempunyai hak untuk menjual jaminan dan kreditur pemegang jaminan diutamakan untuk mendapatkan pelunasan hutang dari hasil penjualan jaminan tersebut.

2. Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi (pasal 2)

Artinya hak tanggungan membebani secara utuh objek hak tanggungan dan setiap bagian
daripadanya. Pelunasan sebagian hutang dari hutang yang dijamin tidak terbebasnya sebagian objek hak tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi

3. Hak tanggungan mempunyai sifar Droit De Suite (pasal 7)
Sifat droit de suite disebut juga zaaksgevolgs artinya pemegang hak tanggungan mempunyai hak memiliki objek tanggungan meskipun objek hak tanggungan telah berpindah dan menjadi pihak lain.

4. Hak Tanggungan mempunyai sifat Accesoir

Artinya seperti perjanjian jaminan lainnya Hak tanggungan bersifat accesoir artinya hak
tanggungan bukanlah hak yang berdiri sendiri tapi lahirnya atau keberdaannya atau eksistensinya atau hapusnya tergantung perjanjian pokonya yaitu perjanjian kredit atau perjanjian lainnya

5. Hak tanggungan untuk menjamin utang yang telah ada atau aka nada

Fungsi hak tanggungan adalah untuk menjamin utang yang besaranya diperjanjikan dalam perjanjian kredit atau perjanjian utang. Utang yang dijamin hak tanggungan harus memenuhi syarat pasal 3 Undang-undang Hak tanggungan.

6. Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan kepada hak atas tanah saja

Pada dasarnya hak tanggungan hanya dibebankan pada hak atas tanah saja. Hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan sesuai dengan undang-undang pokok agraria yaitu hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai atas tanah Negara yang menurut sifatnya dapat dipindahtangankan (pasal 4 ayat 1UUHT).

Asas ini perwujudan dari system hokum tanah nasional yang didasarkan pada hokum adat yang menggunakan asas pemisahan horizontal

7. Hak Tanggungan dapat dibebankan pada hak atas tanah berikut benda diatasnya dan dibawah tanah

Meskipun hokum tanah nasional menganut asas pemisahan horizontal namun tidak berlaku mutlak, untuk memenuhi perkembangan dan kebutuhan masyarakat pembebanan hak tanggungan dimungkinkan meliputi benda yang ada di atas tanah dan merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan bangunan dibawah permukaan tanah.

8. Hak tanggungan berisi hak untuk melunasi hutang dari hasil penjualan benda jaminan dan tidak memberikan hak bagi kreditur untuk memiliki benda jaminan

Sifat ini sama dengan ketentuan dalam hipotik pasal 1178 ayat 1 KUHPerdata, janji disebut vervalbending. Undang-undang Hak tanggungan mengikuti sifat dari hipotik ini dan mencantumkan dalam pasal 12 UUHT.

9. Hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial

Kreditur sebagai pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk mengeksekusi benda jaminan jika debitur cidera janji. Dasar hokum untuk mengajukan eksekusi adalah pasal 6 UUHT dan penjelasan yang menegaskan “apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut” hak untuk menjual dengan kekuasaan sendiri ini merupakan perwujudan dari kedudukan yang diutamakan.

10. Hak tanggungan mempunyai sifat spesialitas dan publisitas

Sifat spesialtas ini disebut juga pertelaan adalah uraian jelas dan terinci mengenai objek hak tanggungan yang meliputi rincian mengenai sertifikat hak atas tanah misalnya hak atas tanah milik atau guna bangunann atau hak guna usaha, tanggal penerbitannya tentang luasnya, letaknya, batas-batasnya, dan lain sebagainya.


Objek Hak Tanggungan

Di dalam pasal 4 UUHT diatur tentang pelbagai macam hak atas tanah yang dapat dijadikan objek Hak Tanggungan, yaitu:
- Hak milik;
- Hak Guna Usaha;
- Hak Guna Bangunan;
- Hak Pakai atas Tanah Negara, yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan;
- Hak Pakai atas Tanah Hak Milik, yang akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Selain hak-hak diatas tanah seperti dikemukakan di atas, yang dapat dijadikan objek Hak
Tanggungan adalah hak atas tanah berikut bangunan (baik yang berada diatas tanah maupun dibawah tanah) tanaman dan hasil karya (misalnya candi,patung, gapura, relief) yang telah ada atau akan ada, yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah. Pembebanan Hak Tanggungan atas bangunan, tanaman dan hasil karya tersebut harus dinyatakan dengan tegas didalam APHT yang bersangkutan.

Apabila bangunan, tanaman dan hasil karya sebagaimana dimaksud diatas tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta (bersama)pada APHT yang bersangkutan oleh pemilik bangunan, tanaman dan hasil karya tersebut, atau yang diberi kuasa oleh pemilik benda-benda tersebut untuk menadatangani serta (bersama) APHT dengan akta otentik. Yang dimaksud dengan akta otentik adalah Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) atas benda-banda diatas tanah tersebut. Dengan penjelasan umum UUHT, disebut 2 unsur mutlak dari hak atas tanah yang dapat dijadikan objek Hak Tanggungan, yaitu:

- Hak tersebut sesuai ketentuan yang berlaku wajib didaftar dalam daftar umum yang terdapat pada Kantor Pertahanan;
- Hak tersebut menurut sifatnya harus dapat dipindahtangankan.

Berdasarkan kedua unsure mutlak diatas, apabila hak milik sudah diwakafkan maka, hak milik tersebut tidak dapat dijadikan objek hak tanggungan. Karena sesuai dengan hakekat perwakafan yakni hak milik yang sudah diwakafkan merupakan hak milik yang sudah dikekalkan sebagai hak milik keagamaan.

Dengan demikian, semua hak atas tanah yang dipergunakan untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci liannya tidak dapat dijadikan objek hak tanggungan, sedangkan hak guna bangunan yang dapat dijadikan objek hak tanggungan, meliputi hak guna bangunan diatas tanah Negara, diatas hak pengelolaan maupun diatas tanah hak Negara. Adapun mengenai hak pakai, sebelum ditentukan UUHT ini tidak dapat dijadikan objek jaminan pelunasan hutang, karena menurut UUPA hak pakai tidak termasuk hak-hak atas tanah yang wajib didaftar, sehingga tidak memenuhi syarat publisitas.

Dalam perkembangannya sekarang hak pakai atas tanah Negara harus didaftarkan, sehingga dapat dipindah tangankan. Hak pakai yang tidak dapat dipindah tangankan antara lain hak pakai atas nama pemerintah, hak pakai atas nama badan keagamaan dan social, hak pakai atas nama perwakilan Negara asing yang jangka waktu berlakunya tidak ditentukan dan hak pakai tersebut diberikan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan instansi atau badan diatas. Hak pakai atas tanah hak milik tidak dapat dijadikan objek hak anggungan, karena hingga saat ini tidak terdapat kewajiban untuk mendaftarkan hak pakai diatas tanah hak milik. Akibatnya, salah satu syarat mutlak agar suatu hak atas tanah dapat dijadikan objek hak tanggungan tidak terpenuhi. Menurut pasal 4 ayat 3 UUHT, pembebanan hak tanggungan atas hak pakai diatas tanah hak milik akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Undang-undang hak tanggungan didaftarkan atas asas pemisahan horizontal (horizontale scheiding), sebagai kebalikan dari pemisahan vertical (verticale scheiding). Menurut BW yang belaku terdahulu, tanah dan bangunan yang didirikan atasnyamerupakan suatu kesatuan. Dengan kata lain pemilik dari tanah adalah pemilik bangunan yang ada diatasnya, ini dinamakan asas pemisahan vertical. Menurut hukum adat bisa saja pemilik tanah berlainan dari pemilik bangunan yang ada diatasnya, ini dinamakan asas pemisahan horizontal dan karena undang-undang pokok agraria tahun 1960 menyatakan bahwa hukum adapt yang dipakai sebagai dasar, maka tidak mengherankan jika pemakaian asas horizontal ini dipakai dalam system hak tanggungan.

Tata Cara Pemberian Hak Tanggungan
Setelah terjadi kesepakatan hutang piutang dengan hak tanggungan antara kreditor dan debitor, ada beberapa tindakan yang harus dilakukan :
1.     membuat perjanjian yang menimbulkan hutang piutang (atara lain berupa¬ perjanjian pemberian kredit atau akad kredit) yang pelunasannya dijamin dengan hak tanggungan.
2.     membuat perjanjian pemberian hak tanggungan yang dituangkan kedalam akte pemberian hak tanggungan (APHT) oleh notaries / PPAT.
3.     melakukan pendaftaran hak tanggungan pada kantor pertanahan yang¬ sekaligue merupakan saat lahirnya hak tanggungan yang dibebankan.



Perjanjian yang menimbulkan hutang piutang (antara lain perjanjian pemberian kredit yang dijamin dengan hak tanggungan dapat dibuat dengan akte dibawah tangan atau dengan akte otentik. Perjanjian ini merupakan perjanjian pokok, sedangkan perjanjian pemberian hak tanggungan merupakan perjanjian ikutan (accessoir) pada perjanjian pokok.

Dalam pemberianhak tanggungan, pemberi hak tanggungan wajib hadir dihadapan PPAT. Jikan dengan lasan yang dapat dipertanggung jawabkan yang bersangkutan tidak dapat hadir sendiri, maka ia wajib menunjuk kuasa dengan surat kuasa membebankan hak tanggungan yang berbentuk akte otentik.

Pembuatan surat kuasa membebankan hak tanggungan dapat dilakukan oleh notaris / PPAT yang keberadaannya sampai di wilayah kecamatan. Hak tanggungan baru lahir ketika hak tanggungan tersebut dibukukan dalam buku tanah dikantor pertanahan.

Pendaftaran menentukan kedudukan kreditor sebagai kreditor diutamakan terhadap kreditor-kreditor lain dan menentukan peringkat kreditor dalam hubungannya dengan kreditor lain yang juga pemegang hak tanggungan atas tanah yang sama sebagai jaminannya. Peringkat masing-masing hak tanggungan tersebut ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada kantor pertanahan. Peringkat hak tanggungan yang didaftar pada tanggal yang sama ditentukan menurut nomor urut APHTnya, hal ini dimungkinkan karena pembuatan beberapa APHT atas satu objek hak tanggungan hanya dapat
dilakukan oleh PPAT yang sama.

Menurut pasal 5 UUHT, suatu objek hak tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu hak tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu hutang. Pemilik tanah atau persil yang telah menjaminkan tanah atau persilnya, dapat menguasai tanah itu atau menjualnya, karena hak tanggungan akan tetap melekat membebani tanah ditangan siapapun tanah itu berpindah.

Menurut pasal 11 UUHT, dimungkinkan untuk mencantumkan janji-janji dalam APHT. Janji- janji yang dicntumkan bersifat fakultatif dan tidak berpengaruh terhadap keabsahan APHT. Pihak-pihak bebasan menentukan untuk mencantumkan atau tidak mencantumkan janji-janji tersebut dalam APHT. Pemuatan janji-janji tersebut dalam APHT yang kemudian didaftarknapada kantor pertanahan, akan menyebabkan janji-janji tersebut  mempunyai kekuatan mengikat pada pihak ketiga.

Janji-janji yang dimaksud diatas antara lain:
1.     Janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk¬ menyewakan objek hak tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa dimuka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan.
2.     Janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan objek hak tanggungan kecuali, dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak tanggungan.
3.     Janji yang memberi wewenang pada pemegang hak tanggungan untuk mengelola objek hak tanggungan berdasarkan penetapan ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi letak objek hak tanggungan apabila debitor sungguh-sungguh ingkar janji.
4.     Janji yang memberikan wewenang pada pemegang hak tanggungan untuk menyelamatkan objek hak tanggungan, jika hal itu diperlukab untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi objek hak tanggungan kartena tida dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang.
5.     Janji bahwa pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk¬ menjual atas kekuasaan sendiri objek hak tanggungan apabila debitor ingkar janji.
6.     Janji yang diberikan oleh pemegang hak tanggungan pertama bahwa objek hak tanggungan tidak akan dibersihkan dari hak tanggungan.
7.     Janji bahwa pemberi hak tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas¬ objek hak tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan.
8.     Janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi hak tanggungan untuk pelunasan piutangnya, apabila objek hak tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi hak tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum.
9.     Janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi hak tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika objek hak tanggungan diasuransikan.
10. Janji bahwa pemberi hak tanggungan akan mengosongkan objek hak tanggungan pada waktu eksekusi hak tanggungan. Janji yang dimaksud pada pasal 14 ayat 4 UUHT, karena tanpa janji ini,¬ sertifikat hak tanah yang dibebani hak tanggungan akan diserahkan kepada pemberi hak tanggungan.


Eksekusi Hak Tanggungan.
Apabila debitor tidak memenuhi janjinya, yakni tidak melunasi hutangnya pada waktu yang telah ditentukan, maka berdasarkan pasal 20 UUHT pemegang hak tanggungan pertama atau pemegang sertifikat hak tanggung andengan title eksekutorial yang tercantum dalam sertifikat hak tanggungan tersebut, berhak menjual objek hak tanggungan melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak tanggungan dengan hak didahulukan dari kreditor-kreditor lain.

Menurut pasal 1 butir 2 keputusan menteri keuangan No. 293/KMK09/1993, yang dimaksud piutang macet adalah piutang yang sampai pada suatu saat sejak piutang tersebut jatuh tempo, tidak dilunasi oleh pemegang hutang sebagaiman mestimya sesuai dengan perjanjian, peraturan atau sebab apapun yang menimbulkan piutang tersebut. Jika, piutang macet adalah piutang Negara termasuk tagihan bank-bank pemerintah maka, penyeslesaiannya melalui badan urusan piutang dan lelang Negara (BUPLN) dan jika piutang tersebut milik bank swasta atau perseorangan termasuk badan hukum-badan swasta maka, penyelesaiannya melalui pengadilan negeri.

Sertifikat hak tanggungan diterbitkan oleh kepala badan pertanahan nasional dan dapat langsung dimohonkan eksekusi jika, memuat irah-irah dengan kata-kata “demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa”, irah-irah tersebut memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan keputusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Hal ini sesui dengan bagian ke-II dari nomor 9 memori penjelasan bagian hukum atas Undang-undang hak tanggungan tahun 1996 yang menjelaskan lebih lanjut bahwa sertifikat hak tanggungan yang berfungsi sebagai surat tanda bukti adanya hak tanggungan dibutuhkan pencantuman irah-irah tersebut.

Menurut pasal 14 ayat 2 dinyatakan bahwa kata-kata sacral “demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esadicantumkan pada sertifikat hak tanggungan memiliki kekuatan
eksekutorial dengan kekuatan hukum tetap dan dinyatakan berlaku sebagai pengganti grosse akte hipotik sepanjang mengenaii hak atas tanah. Dalam undang-undang hak tanggungan tentang eksekusi belum diatur, maka peraturan mengenai eksekusi hipotik yang diatur dalam HIR dan RBg berlaku sebagai eksekusi hak tanggungan, memang bahwa sejak lahirnya undang-undang hak tanggungan.


Penyelesaian piutang melalui BUPLN dilaksanakan dengan menerbitkan surat paksa atau surat pernyataan bersama dan jika melalui penmgadilan negeri, debitor akan dipanggilan oleh ketua pengadilan.


UNIVERSITAS NASIONAL
Mega Regina - 133112330050041

You Might Also Like

0 comments